Menganalisis Hasil Bedah Bangkai Pada Ternak Sakit

MENGANALISIS HASIL BEDAH BANGKAI PADA TERNAK SAKIT - Sebuah modul pembelajaran untuk jurusan agribisnis ternak yang akan kami ulas secara lengkap dan sangat detail.
  1. Setelah mempelajari materi tentang menganalisis hasil bedah bangkai pada ternak sakit, peserta diklat mampu menjelaskan tujuan kegiatan bedah bangkai dengan baik.
  2. Setelah mempelajari materi tentang tentang menganalisis hasil bedah bangkai pada ternak sakit, peserta diklat mampu menjelaskan prosedur bedah bangkai dengan tepat.
  3. Setelah melakukan bedah bangkai pada ternak sakit, peserta diklat mampu menganalisis penyebab sakit berdasarkan ciri yang ditunjukkan dalam bedah bangkai dengan tepat.
  4. Setelah melakukan bedah bangkai pada ternak sakit, peserta diklat mampu mennentukan jenis penyakit berdasarkan ciri-ciri yang ditunjukkan pada bangkai dengan benar.

A. TUJUAN KEGIATAN BEDAH BANGKAI

1. Anatomi dan Fisiologi Ternak

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur semua organisme makhluk hidup. Sedangkan fisiologi adalah salah satu dari cabang-cabang biologi yang mempelajari seluk-beluk proses serta kegiatan yang dilakukan oleh makhluk hidup (berlangsungnya sistem kehidupan).

Nekropsi (pembedahan post mortem) unggas adalah sebuah prosedur yang dapat digunakan oleh para dokter hewan, pemilik unggas, atau pun peternak untuk mengetahui sebab kematian dari unggas mereka.

Nekropsi merupakan pemeriksaan kondisi jaringan tubuh (ternak), baik di permukaaan tubuh maupun di dalam tubuh yang dilakukan dengan cara membedah atau membuka rongga tubuh. Pemeriksaan cara nekropsi (pembedahan) ini sangat penting dilakukan pada ternak unggas, karena perubahan atau kelainan tersebut terkadang bersifat spesifik (“Patognomonik”) untuk penyakit tertentu pada u n g g a s ( m i s a l n y a p a d a p e n y a k i t “Coccidiosis”) dengan perdarahan pada usus buntu. Pada unggas yang sudah mati lebih dari 4 jam kurang akurat diperiksa, karena apabila kematian sudah terlalu lama maka akan terjadi autolisis (pembusukan oleh kuman).

Agar pemeliharaan bisa dilakukan secara optimal, petani ternak harus memahami serta mengerti salah satunya tentang Anatomi dan Fisiologi dalam tubuh ternak. Dalam hal ini sangat bermanfaat karena dengan mengetahui anatomi serta fisiologi ternak, dapat mempermudah peternak dalam mengidentifikasi penyakit yang dialami oleh ternak setelah ternak itu mati atau masih dalam keadaan hidup.

Sistem Digesti

Body Covering merupakan bagian tubuh bagian luar yang berfungsi menutupi dan melindungi dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Penutup tubuh unggas atau eksoskeleton terdiri atas bulu, paruh, kulit, sisik, jengger, gelambir, dan cuping telinga (Mufti dkk, 2012).

Secara histologis, kulit ayam terdiri atas dua lapisan jaringan yaitu epidermis dan dermis. Bulu, paruh, kuku, dan sisik merupakan perkembangan dari lapisan epidermis. Dermis (innerlayer) merupakan bagian utama dari kulit yang terdiri atas jaringan ikat dan banyak mengandung serabut kolagen.


Beberapa bagian tubuh terdapat bagian kulit yang tanpa bulu, antara lain jengger, gelambir, cuping, paruh, kuku. Jengger dan gelambir serta comb bersifat sensitif terhadap hormon seks sehingga dapat dijadikan indikator karakteristik secundary sex, sebagai accesory sexual epidermal (Murtidjo, 1992).

Menganalisis Hasil Bedah Bangkai Pada Ternak Sakit
Gambar 9.1 Anatomi dan Fisiologi Unggas

Ukuran serta tekstur jengger dan pial memiliki peranan dalam seleksi bibit untuk menentukan produktivitas seekor ayam betina. Hal tersebut dikarenakan kondisi organ ini dapat dijadikan indikasi produktifitas seekor ayam betina.

Ayam betina yang sedang bertelur menunjukkan jengger yang merah dan menebal serta lunak dan hangat, sedangkan ayam betina yang produksi menunjukkan jengger yang tipis, kering, dan jengger yang tumbuh dan berkembang dengan menunjukkan kinerja produksi dan reproduksi yang baik dibandingkan ayam yang memiliki jengger kecil.

2. Anatomi Fisiologi Ternak Ruminansia

Sistem Digesti (Dygestive Sistem)

Sistem digesti (digestive system, systema digestoria) disebut juga dengan s i s t e m p e n c e r n a a n . Pe m a h a m a n terhadap anatomi alat pencernaan akan sangat membantu dalam studi tentang fisiologi sistem pencernaan dan patologi (gangguan, penyakit) yang menyerang s i s t em p e n ce r n a a n . O rg a n - o rg a n pencernaan merupakan suatu saluran (tractus) yang terentang mulai dari mulut hingga anus dan sering disebut juga dengan tractus digestivus.

Ditinjau dari cara makan dan sistem pencernaannya, hewan ruminansia atau hewan memamah biak termasuk hewan yang unik. Ternak dapat mengunyah atau memamah makanannya yang berupa rerumputan melalui 2 fase.

Fase pertama terjadi saat awal kali mereka makan, makanan itu hanya dikunyah sebentar dan masih kasar, kemudian mereka menyimpan makanannya itu dalam rumen lambung. Selang beberapa waktu saat lambung sudah penuh, maka ternak akan mengeluarkan makanan yang dikunyahnya tadi untuk dikunyah kembali hingga teksturnya lebih halus.

Baru kemudian setelah halus, makanan t e rs e b u t ma s u k ke d a l am r ume n lambung lagi. Menyadari bahwa jenis makanannya tersusun atas selulosa yang s u l i t d i ce r n a , h ew a n r u m i n a n s i a memiliki saluran sistem pencernaan khusus. Adapun organ-organ pada saluran sistem pencernaan hewan ruminansia berikut ini telah beradaptasi jenis makanan alaminya.

a Rongga Mulut (Cavum Oris)

Dalam rongga mulut hewan ruminansia, terdapat 2 organ sistem pencernaan yang memiliki fungsi penting, yaitu gigi dan lidah. G igi ruminansia berbeda dengan susunan gigi mamalia lain. Gigi seri (insisivus) memiliki bentuk yang sesuai untuk menjepit makanan berupa rumput, gigi taring (caninus) tidak berkembang sama sekali, sedangkan gigi geraham belakang (molare) memiliki bentuk datar dan lebar.

b. Esofagus

Esofagus atau kerongkongan adalah saluran organ penghubung antara rongga mulut dan lambung. Di saluran ini, makanan tidak mengalami proses pencernaan. Mereka hanya sekadar lewat sebelum kemudian digerus di dalam lambung. Esofagus pada hewan ruminansia umumnya berukuran sangat pendek yaitu sekitar 5 cm, namun lebarnya mampu membesar (berdilatasi) untuk menyesuaikan ukuran dan tekstur makanannya.

c. Lambung

Setelah melalui esofagus, makanan akan masuk ke dalam lambung. Lambung pada hewan ruminansia selain berperan dalam proses pembusukan dan peragian, juga berguna s e b a g a i t e m p a t p e n y i m p a n a n s e m e n t a ra m a k a n a n y a n g a k a n dikunyah kembali.

Ukuran ruang dalam lambung hewan ruminansia bervariasi tergantung pada umur dan makanannya. Yang jelas ruangan lambung tersebut terbagi menjadi 4 bagian yaitu rumen (80%), retikulum ( 5 % ) , o m a s u m ( 7 — 8 % ) , d a n abomasum (7—8%).

d. Rumen (Perut Besar)

Mula-mula makanan yang melalui kerongkongan akan masuk ke dalam rumen. Makanan ini secara alami telah bercampur dengan air ludah yang sifatnya alkali dengan pH ± 8,5. Rumen berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara bagi makanan yang telah ditelan. Setelah rumen terisi cukup makanan, sapi akan beristirahat sembari mengunyah kembali makanan yang dikeluarkan dari rumen ini.

Di dalam rumen, p o p u l a s i b a k t e r i d a n P r o t ozo a menghasilkan enzim oligosakharase, hidrolase, glikosidase, amilase, dan enzim selulase. Enzim-enzim ini berfungsi untuk menguraikan polisak a r i d a t e r m a s u k s e l u l o s a y a n g t e rd a p a t d a l am ma ka n a n a l ami mereka. Enzim pengurai protein seperti enzim proteolitik dan beberapa enzim pencerna lemak juga terdapat di sana.

e. Retikulum (Perut Jala)

Di retikulum, makanan diaduk-aduk dan dicampur dengan enzim-enzim tersebut hingga menjadi gumpalangumpalan kasar (bolus). Pengadukan i n i d i l a k u k a n d e n g a n b a n t u a n kontraksi otot dinding retikulum. Gumpalan makanan ini kemudian didorong kembali ke rongga mulut untuk dimamah kedua kalinya dan dikunyah hingga lebih sempurna saat sapi tengah beristirahat.

f. Omasum (Perut Buku)

Setelah gumpalan makanan yang dikunyah lagi itu ditelan kembali, mereka akan masuk ke omasum melewati rumen dan retikulum. Di dalam omasum, kelenjar enzim akan membantu penghalusan makanan s e c a r a k i m i a w i . K a d a r a i r d a r i gumpalan makanan juga dikurangi melalui proses absorpsi air yang dilakukan oleh dinding omasum.

g. Abomasum (Perut Masam)

A b o m a s u m a d a l a h p e r u t y a n g sebenarnya karena di organ inilah sistem pencernaan hewan ruminansia secara kimiawi bekerja dengan ban-tuan enzim-enzim pencernaan. Di dalam abomasum, gumpalan makanan dicerna melalui bantuan enzim dan asam klorida.

Enzim yang dikeluarkan oleh dinding abomasum sama dengan yang terdapat pada lambung mamalia lain, sedangkan asam klorida (HCl) selain membantu dalam pengaktifan enzim pepsinogen yang dikeluarkan dinding abomasum, juga berperan sebagai disinfektan bagi bakteri jahat yang masuk bersama dengan makanan. Seperti diketahui bahwa bakteri akan mati pada Ph yang sangat rendah.

h. Usus Halus dan Anus

Setelah makanan telah halus, dari ruang abomasum makanan tersebut kemudian didorong masuk ke usus halus. Di organ inilah sari-sari makanan diserap dan diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Selanjutnya ampas atau sisa makanan keluar melalui anus.

3. Anatomi Fisiologi Ternak Non - ruminansia

Saluran Pencernaan Non Ruminansia

Pada ternak nonruminansia atau hewan yang mempunyai lambung tunggal alat pencernaanya terdiri atas:
  1. Mulut
  2. Kerongkongan (esophagus)
  3. Gastrium (lambung)
  4. Intestinum tenue (usus halus: duodenum, ileum, jejunum) usus kasar (caecum dan rektum)
  5. Anus
Tujuan Kegiatan Bedah Bangkai

Bedah bangkai atau nekropsi adalah tehnik lanjutan dari diagnosis klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkan hasil diagnosis klinik. Pada prinsipnya, bedah bangkai adalah kegiatan mengeluarkan organ-organ yang dihinggapi virus tertentu. Bedah bangkai hendaknya dilakukan secepat mungkin setelah hewan mati. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebaiknya bedah bangkai dilakukan tidak lebih dari 6 jam setelah hewan mati.

Hewan yang gemuk atau tertutup bulu lebih cepat. Bila pelaksanaan bedah bangkai akan ditunda, bangkai dapat disimpan pada refrigerator agar tidak membusuk. Bedah bangkai dapat dilakukan pada ayam hidup atau pada ayam mati.


Jika menggunakan ayam hidup, maka ayam harus dibunuh dahulu. Membunuh atau etanasi ayam ada beberapa cara, antara lain mematahkan tulang leher antara tulang atlas dan tulang cervikalis, emboli udara ke dalam jantung, dan disembelih seperti pada umumnya.

Tujuan nekropsi adalah untuk mengetahui penyebab kematian dari ternak yang kita pelihara dan untuk mengetahui perubahan patologis anatomis organorgan ternak yang sakit.

Dengan menggunakan pisau atau gunting, seseorang dapat melaksanakan nekropsi dasar untuk tujuan mendapatkan informasi diagnostik, sampel untuk pemeriksaan laboratorium, atau pun untuk menjamin kualitas dari kawanan unggas.

Apabila kita melihat adanya kenaikan mortalitas (angka kematian) atau pun morbiditas (angka kesakitan) pada unggas, nekropsi akan sangat berguna karena dapat memberikan informasi lebih tentang keberadaan suatu penyakit tertentu, dan bahkan mungkin untuk kepentingan diagnosis.

B. PROSEDUR PELAKSANAAN BEDAH BANGKAI

Tempat Pelaksanaan

Bedah bangkai diupayakan bertempat di laboratorium penyidikan penyakit hewan. Khususnya di ruang seksi, bila bedah bangkai dilakukan di lapangan maka harus dekat dengan tempat yang direncanakan untuk penguburan atau memusnahkan bangkai. Pengangkutan karkas atan hewan sakit diusahakan tidak melewati kelompok sapi yang sehat, terutama bila diduga penyakit menular.

Tempat pelaksanaannya diupayakan di laboratorium atau tempat yang berdekatan dengan kandang pemeliharaan, lalu lintas hewan atau petugas dan gudang penyimpanan pakan atau alat pemeliharaan untuk memperkecil penularan ke sapi lain.

Kewaspadaan

Di daerah endemi antraks, sebelum sapi dibedah perlu dilakukan uji pendahuluan terhadap sampel darah yang diambil secara berhati-hati dari cuping telinga untuk kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan penyakit tersebut.

Dalam kedaan positif antraks, karkas tidak boleh dibuka dan langsung dimusnahkan sesuai prosedur. Secara umum perlu kewaspadaan terhadap penyakit zoonosis, sebab dapat membahayakan petugas atau dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Seluruh sisa karkas harus dimusnahkan dan dikubur.

Persiapan Sebelum Bedah Bangkai
  1. Anamnesa, meliputi jenis hewan, mati atau dibunuh, jumlah hewan sakit, gejala klinis, umur hewan, diagnosis sementara, populasi hewan.
  2. Pemeriksaan luar, meliputi kondisi kulit, kelamin, selaput lender (mata, mulut, hidung), kepala, leher, perut, paha, telapak kaki, ceracak, kelanjar mamae, dubur, dsb.

Keperluan Bedah Bangkai Dasar
  1. Flat yang permukaannya keras dalam area yang pencahayaannya bagus
  2. Ketersediaan air dan handuk
  3. Pisau dan gunting
  4. Sarung tangan dan masker jika Anda mencurigai potensi terhadap penyakit zoonosis (menular ke manusia) sebagai penyebab dari sakit atau kematian.

Peralatan Bedah bangkai dapat dilakukan sekalipun dengan alat yang minimal (seadanya), yaitu:
  1. pisau (4—6 inci),
  2. pemotong tulang,
  3. gunting jaringan (biasanya digunakan scalpel tajam—tumpul),
  4. pinset,
  5. gloves,
  6. spuit disposable (3cc dan 5cc),
  7. needle (20G, 1 inchi untuk koleksi sampel darah vena sayap dan 1 ½ inci untuk koleksi sampel darah dari jantung),
  8. sanitizer untuk membersihkan peralatan dan meja.

Untuk keperluan pemeriksaan jaringan, diperlukan:
1. 10 persen larutan buffer formalin netral,
2. black marker,
3. kertas label.

Prosedur Bedah Bagkai pada Ayam

1. Basahi bulu dengan larutan disinfektan untuk membatasi penyebaran bulu saat dilakukannya pembedahan.
Gambar 9.2 Ayam Setelah Dimatikan

2. Tempatkan ayam dengan posisi telentang dan kakinya menghadap ke arah anda.

3. Pegang kedua kaki dan tekan, kemudian jauhkan dari pelvis untuk melonggarkan tulang sendi.
Gambar 9.3 Proses Memotong Bagian Abdomen

4. Berdirikan bulu-bulu di atas abdomen dan potong dengan gunting atau pisau.
Gambar 9.4 Menghilangkan Kulit Penutup Abdomen dan Dada

5. Hilangkan kulit penutup abdomen dan dada (dari leher sampai kloaka).
Gambar 9.5 Pemeriksaan Otot Dada

6. Periksa otot dada terhadap penurunan massa otot atau kepucatan (anemia), atau memar.
Gambar 9.6 Proses Memotong Otot Abdominal
7. Iris otot abdominal dan potong hingga mencapai begian rusuk tepat pada sisi tulang.
Gambar 9.7 Proses Membuka Organ Internal dan Rongga Dada
8. Pegang dan tarik tulang dekat dengan abdomen dan tarik ke atas untuk membuka organ internal dan rongga dada.
Gambar 9.8 Rongga Dada yang Sudah Dibuka

9. Periksa hati dan perhatikan perubahan pada ukuran atau perubahan warna, noda-noda putih atau kuning, abses atau tumor.
Gambar 9.9 Pemeriksaan Organ Internal Ayam

Gambar 9.10 Usus Ayam

Gambar 9.11 Organ Hati

Gambar 9.12 Organ Internal Ayam

Gambar 9.13 Organ Reproduksi Ayam

10. Periksa kantung udara terhadap peningkatan ketebalan dan perubahan warna menjadi gelap/suram. Permukaan kantung udara yang normal terlihat seperti gelembung sabun atau lapisan kaca yang tipis yang bersih.
Gambar 9.14 Hati
11. Potong traktus gastrointestinal (GI) di antara oesophagus dan proventrikulus.

12. Hilangkan proventrikulus, ventrikulus (gizzard), usus kecil, usus besar, caeca, dan potong pada kloaka. Pankreas juga akan dihilangkan. Pankreas agak merah muda menggantung di sekitar duodenum (bagian dari usus kecil).
Gambar 9.15 Gizzard
13. Potong segala jenis perlekatan yang terdapat pada usus kecil dan kesampingkan terlebih dahulu organ gastrointestinal (GI). Pada akhir nekropsi, organ-organ ini dapat dibuka dan diperiksa terhadap parasit internal.

14. Selanjutnya, hilangkan hati dan limpa. Perubahan warna hijau dari hati dekat kantung empedu normal ditemukan. Limpa kemerah-merahan mengelilingi organ yang berlokasi pada pertemuan proventrikulus dan gizzard.
Gambar 9.16 Organ Internal Ayam
15. Sekarang Anda dapat mengamati organorgan yang berlokasi dekat tulang belakang karkas.

16. Periksa ginjal yang merupakan organ dengan bentuknya yang memanjang, berlobus, dan melekat pada tulang belakang burung. Ovarium/oviduct bagian kiri (atau sepasang testis jika burung berkelamin jantan) yang terletak tepat di atas ginjal.
Gambar 9.17 Ginjal

17. Paru-paru yang letaknya melekat pada tulang rusuk, dapat dengan lembut dikeluarkan dari rongga rusuk atau untuk pemeriksaan lebih lanjut.

18. Keadaan permukaan organ jantung juga harus diperiksa untuk melihat kemungkinan terjadinya perubahan warna menjadi lebih suram atau terjadinya penebalan organ yang dapat mengacu pada terjadinya perikarditis. Juga perlu diperhatikan adanya cairan berlebih yang mungkin terdapat di antara jantung dan pericardium (membrane yang melapisi jantung).

19. Selanjutnya, balik posisi burung hingga menghadap Anda lalu potong sudut paruh ayam.
Gambar 9.18 Paruh Ayam
20. Luaskan daerah pemotongan hingga menembus tenggorokan dan akhirnya turun hingga mencapai jantung.

21. Periksa permukaan bagian dalam oesophagus dan lalu ambil. Lihat dengan teliti apabila masih tedapat sisa makanan atau parasit (cacing). Apabila permukaan bagian dalam oesophagus terlihat menyerupai handuk, hal itu kemungkinan merupakan indikasi adanya infeksi jamur yang disebut “crop mycosis”.
Gambar 9.19 Pemotongan hingga menembus tenggorokan

Gambar 9.20 Tembolok

22. Selanjutnya potong larynx, trachea, dan syirinx. Pastikan permukaan bagian dalamnya bebas dari mucus yang berlebihan.

23. Balik kembali ayam seperti posisi semula, yaitu kaki ayam menghadap ke arah Anda.

24. Nervus sciatic yang terletak bagian dalam paha atas (terletak tepat di bawah otot) harus disingkap dengan kedua kaki. Kedua nervus ini harus memiliki ukuran yang sama tanpa adanya pembengkakan. Pembesaran pada nervus dapat merupakan indikasi terjadinya penyakit marek's.

25. Dengan pisau yang tajam, potong persendian lutut dan tumit untuk melihat adanya nanah/pus berwarna kuning/putih, darah atau adanya cairan berlebih. Persendian seharusnya terlihat megkilap dan putih dengan hanya sedikit cairan bening dan lengket di dalamnya.

26. Untuk menemukan bursa fabricius, p o t o n g k l o a k a d a n l i h a t a d a n y a bentukan seperti anggur yang mengarah pada bagian pantat unggas. Semakin tua usia ayam, ukuran bursa akan semakin kecil. Ukuran bursa akan semakin berkurang sejalan dengan tercapainya dewasa kelamin ayam tersebut.

27. Potong bursa menjadi 2 bagian, dan Anda akan menemukan kerutan-kerutan tersusun paralel satu sama lain pada perumukaan bursa dan akan terlihat warna cream. Catat apabila terdapat perubahan warna atau pun terjadi kebengkakan.

28. S e k a r a n g k e m b a l i p a d a t r a k t u s gastrointestinal, dan mulai dengan proventrikulus lalu dipotong menurut panjangnya. Dinding dalam organ tidaklah rata dan merupakan hal yang normal pada setiap glandula pencernaan.
Gambar 9.21 Saluran Pencernaan Ayam

29. Potong ventrikulus, intestinal, dan caeca. Perhatikan tampilan dinding mukosa bagian dalam dan keberadaan parasit (cacing), darah, atau pun terjadinya penebalan atau perubahan warna permukaan.

30. Potong rongga kepala dan keluarkan otaknya.
Gambar 9.22 Otak ayam
31. Tempatkan karkas dengan baik dan d e s i n fe k s i p e ra l a t a n d a n t emp a t dilakukannya bedah bangkai.

Prosedur Bedah Bangkai pada Ternak Kelinci
1. Periksa bagian eksteriror (luar tubuh)
2. Euthanasia dengan cara dekapitasi
3. Letakkan hewan telentang dengan kepala menjauhi sekan
4. Irisan dimulai pada bagian abdomen dan memotong kulit beserta muskulus absominalis
5. Irisan dilanjutkan pada kedua sisi (kiri dan kanan) terus ke arah cranial dan memotong costae hingga rongga dada terbuka
6. Untuk memudahkan proses nekropsi sebaiknya kaki depan dan belakang dipreparasi dari tubuh (diiris sebagian)
7. Pengeluaran organ sesuai dengan pengeluaran organ pada hewan lain

Langkah kerja bedah bangkai pada kelinci

1. Mempersiapkan alat dan bahan (hewan/ ternak)
2. Lakukan pengamatan terhadap bagian luar dari ternak
3. Lakukan penyembelihan ternak, basahi dengan air pada bagian bulunya, letakkan ternak di atas meja operasi secara telentang kemudian buatlah sayatan kulit dan lakukan pembedahan tubuhnya untuk mengamati organ tubuh yang ada di dalam

Prosedur Bedah Bangkai pada Ternak Ruminansia

Persiapan sebelum bedah bangkai:
1. Anamnesa, meliputi jenis hewan, mati atau dibunuh, jumlah hewan sakit, gejala klinis, umur hewan, diagnosis sementara, populasi hewan.
2. Pemeriksaan luar, meliputi kondisi kulit, kelamin, selaput lender (mata, mulut, hidung), kepala, leher, perut, paha, telapak kaki, teracak, kelanjar mamae, dubur, dsb.

Prosedur bedah bangkai pada ternak ruminansia adalah sebagai berikut.

1. Bangkai sapi dibaringkan di meja nekropsi dengan direbahkan ke kiri. Keempat tungkai kakinya dilepaskan dari tubuh dengan irisan di ketiak dan lipat paha. Sementara itu kakinya direbahkan menjauhi tubuh bangkai yang dibedah.
2. Kulit diiris dengan membuat garis median mulai dari leher, dada, dan perut. Sebelum tungkainya dilepaskan, hewan dikuliti terlebih dahulu secukupnya. Bila kulit sudah dilepas, lakukan pemeriksaan jaringan otot dan kelenjar limfa di bawah kulit.
3. Rongga perut dibuka dengan menyayat otot-otot sepanjang garis median.
4. Otot dinding perut diiris dan dikuakkan ke samping untuk memeriksa dinding perut bagian dalam kemungkinan ada penyimpangan dari normalnya yang basah, licin, dan merata. Pemeriksaan dilanjutkan dengan mengamati setiap bentuk, warna, dan letak dari semua organ dalam perut.
5. Keadaan rongga dada diperiksa terhadap adanya cairan antara lain terhadap jumlahnya, warnanya, dan kepekatannya.
6. Lidah dilepaskan dengan memotong sendi rawannya, trakhea dilepas dari pertautannya dengan otot leher dan usofagus, kemudian secara bersamaan dikeluarkan beserta paru dan jantung.
7. Untuk pemeriksaan selanjutnya, paru dan trakhea diletakkan di atas meja seksi dengan ligamentum trakheale di sebelah atas, kemudian lobus paru diletakkan dalam posisinya. Trakhea dan brongkhi dibuka dan dibuat irisan melintang pada lobus-lobusnya.
8. Jantung diperiksa dengan memperhatikan bentuk normalnya yang memiliki ujung meruncing, jantung diletakkan di atas meja seksi dengan ventrikel kiri di sebelah kanan, ventrikel kiri ditoreh sejajar dengan sulkus longitudinalis dan sajatan pada apeks dilekukkan ke kanan. Setelah jantung dibuka, katup jantung diamati. Dalam keadaan normal katup jantung mempunyai permukaan yang licin.
9. Isi rogngga perut dikeluarkan dari tempatnya, diawali dengan mengeluarkan limfa untuk memeriksa keadaan pulpanya.
10. Usus dikeluarkan terlebih dahulu dengan membuat ikat ganda di rektum dan memotongnya di antara kedua ikatan tersebut. Usus dilepaskan dari mesenterium sampai pankreas. Pada sisi ini sekali lagi usus diikat ganda dan dipotong. Mesenterium dengan kelenjar limfanya dilepaskan. Beberapa kelenjar limfa diiris untuk pemeriksaan bidang sayatannya.
11. Diafragma disayat untuk mengeluarkan rumen, omasum, dan abomasum, beserta duodenum dan esofagus.
12. Hati dikeluarkan dan diperiksa permukaannya, penebalannya, bentuknya, warnanya, dan konsistensinya. Buat beberapa irisan dan diuji bidang sayatannya. Warna dan konsistensinya. Warna dan konsistensinya cairan empedu diperiksa.
13. Kedua ginjal dikeluarkan dan dikupas dari selubungnya. Satu ginjal dibelah dengan menggunakan pisau yang tajam dan diperiksa bidang sayatannya, sedang yang lain dibiarkan utuh.
14. Apabila terdapat kecurigaan terhadap adanya kelainan pada alat urogenetal, m a k a h e n d a k n y a d a s a r p a n g g u l dilepaskan dengan menggergaji panggul beberapa sentimeter sebelah kiri symfisis pelvis, sehingga seluruh alat urogenetal dapat dilepas secara utuh bersama rektum.
15. Untuk melihat kemungkinan adanya r a d a n g s e n d i , m a k a p e r s e n d i a n - persendian perlu dibuka. Di samping itu, perlu juga membuka kelenjar susu dan lipogandula supramamaria serta kelenjar endokrin.

Langkah Kerja Bedah Bangkai pada Ternak Ruminansia
  1. Mempersiapkan alat dan bahan bedah bangkai (hewan/ternak).
  2. Lakukan pengamatan terhadap bagian luar dari ternak.
  3. Lakukan penyembelihan ternak, basahi bulunya dengan air, letakkan ternak di atas meja operasi secara telentang kemudian buatlah sayatan kulit dan lakukan pembedahan tubuhnya untuk mengamati organ tubuh yang ada di dalam.
  4. Lakukan pengamatan dari masingmasing organ tubuh yang meliputi letak, bentuk, besar, panjang, lebar, berat, dan jumlanya.
  5. Setelah selesai praktikum, alat-alat dan t e m p a t p r a k t i k d i b e r s i h k a n d a n dikembalikan pada tempatnya.

C. PENYEBAB SAKIT BERDASARKAN CIRI YANG DITUNJUKKAN DALAM BEDAH

Penanganan Penyakit Ternak

Bedah bangkai dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan tepat guna menetapkan diagnosis pada beberapa penyebab penyakit atau kematian dari seekor hewan. Biasanya untuk melengkapi hasil diagnosis yang akurat, harus ditunjang dengan hasil pemeriksaan dari beberapa laboratorium penunjang, seperti bakteriolagi, virology, parasitologi, patologi klinik, toxicology, dsb. 

Bedah bangkai tidak akan dapat mengungkapkan semua penyebab dari penyakit, karena penyebab kejadian suatu penyakit kebanyakan berhubungan dengan manajemen, termasuk pemenuhan nutrisi yang buruk, kekurangan pakan dan minum, ventilasi yang tidak mencukupi, sanitasi yang buruk, unggas mengalami kedinginan atau kepanasan, dan populasi yang berlebihan.

Keadaan serupa tadi memer lukan pemeriksaan lapangan untuk menen tukan penyebab masalah. Bedah bangkai seringkali dilakukan untuk dapat mengidentifikasi proses penyakit infeksius, defisiensi nutrisi, keracunan, penyakit parasitik, dan tumor.

Bedah bangkai (pemeriksaan post mortem) dilakukan untuk menentukan kausa penyakit dengan melakukan diskripsilesi makroskopis dan mikroskopis dari jaringan dan dengan melakukan pemeriksaan serologis dan mikrobiologis yang memadai. Pemeriksaan post mortem dilakukan bila ditemukan adanya penurunan produksi, terdapat tanda-tanda yang jelas akan sakit atau diketahui adanya peningkatan jumlah kematian, dan atas permintaan klien.

Pada umumnya ada 2 macam cara bedah bangkai, yaitu (1) seksi lengkap, setiap organ/ jaringan dibuka dan diperiksa, (2) seksi tidak lengkap, bila kematian/sakitnya hewan diperkirakan menderita penyakit yang sangat menular/zoonosis (anthrax, AI, TBC, hepatitis, dsb.). Bedah bangkai harus dilakukan sebelum bangkai mengalami autolisis, jadi sekurang-kurang 6—8 jam setelah kematian.

D. MENENTUKAN JENIS PENYAKIT BERDASARKAN CIRI YANG DITUNJUKKAN PADA BANGKAI

Langkah-Langkah Penentuan Penyakit Ternak

Berikut adalah contoh kegiatan penentuan jenis penyakit berdasarkan ciri yang ditunjukkan pada bangkai ternak sapi perah yang terindikasi terkena penyakit enterotoksemia.

Kegiatan yang dilakukan pertama kali pada saat dijumpai kasus penyakit adalah melakukan diagnosis penyakit dengan teknik diagnosis standar (diagnosa klinik) terhadap ternak yang terkena penyakit. Langkah kerja yang dilakukan adalah:

1. Melakukan signalemen, foto kejadian dan diagnosis

2. Melihat record/catatan medis ternak

a. Anamnesa, meliputi nama hewan, alamat, tanggal, waktu kematian, sejarah penyakitnya (berapa lama, gejala klinis, pengobatan, vaksinasi, a n g k a k e m a t i a n , d s b ) , d a t a laboratorium bila ada, misal pemeriksaan darah, urine, feces, dsb.

b. Signaleman: identitas hewan (ras, bangsa, jenis kelamin, umur, warna bulu).

c. Gejala klinis: yang terjadi selama sakit/sebelum mati (diare, muntah, lesu, nafsu makan, dsb.).

Pemeriksaan secara umum sebelum dilakukan bedah bangkai:

a. Kondisi umum:
keadaan kulit/bulu, lubang alami, adanya ekto parasit, warna mukosa, dsb.

b. Pemeriksaan keadaan luar secara umum:
jenis hewan, kelamin, umur, keadaan gigi, kondisi kulit. Selaput mukoso mata, rongga mulut, bawah lidah. Telinga, l e h e r, p e r u t , b a g i a n d a l a m p a h a kemungkinan adanya vesikel atau lesi yang lain. Persendian, telapak kaki, pangkal ekor, sekitar anus, dan alat kelamin serta.

3. Penentuan Penyakit

Setelah melakukan diagnosis secara klinis disimpulkan ternak terkena penyakit enterotoksemia pada sapi p e r a h y a n g d i s e b a b k a n o l e h Cl.perfringens tipe A dan C. Enterotoksemia bersifat akut, dengan gejala klinis spesifik yang terkadang tidak tampak nyata. Karena kelainan patologis- anatomisnya tidak menciri, maka penyakit ini mudah dikelirukan dengan penyakit lain seperti misalnya hipomagnesemia, yang juga memperlihatkan gejala mati mendadak, dan adanya perdarahan pada epikardial dan endokardial.

Diagnosis dilakukan dengan mengamati gejala klinis dan mengirim sampel usus, cairan tubuh, dan bahan lain yang dicurigai ke laboratorium bakteriologi. Sampel jaringan organ harus sudah diperiksa dalam waktu kurang dari sehari guna menghindari diagnosis yang keliru. Pengobatan untuk infeksi dan intoksikasi yang disebabkan oleh Cl. perfingens seperti pemberian antibiotika atau kemoterapetika, kurang memberikan hasil yang berarti atau tidak efektif. Dalam banyak kasus, periode b e r l a n g s u n g n y a p e n y a k i t d a p a t demikian singkat, sehingga pengobatan tidak sempat untuk dilakukan. Pengobatan yang efektif tentunya dengan pemberian antitoksin spesifik sesuai dengan tipe Cl. perfringens penyebab penyakit. Akan tetapi, pemberian antitoksin dalam jumlah besar tentunya sangat mahal dan tidak efisien untuk dilakukan.

4. Agen Penyebab dan Faktor

E n t e ro t o k s emi a d i s e b a b ka n o l e h berbagai tipe Cl perfringens toksigenik (dulu disebut Clostridium welchii). Cl. perfringens adalah bakteri yang secara normal ada dalam saluran pencernaan hewan sehat. Bakteri ini bersifat oportunis dan akan berkembang sesuai dengan keadaan induk semangnya.

5. Gejala Klinis dan Perubahan

Gejala klinis yang dapat diamati pada hewan yang terserang enterotoksemia adalah kembung, kesakitan di daerah abdomen, konstipasi atau diare berdarah, konvulsi, hewan terjatuh, susah bernapas, dan akhirnya mati mendadak. Gejala yang spesifik pada sapi perah dewasa adalah tiba-tiba hewan menjauhi makanan, tidak ada nafsu makan sama sekali.

Susu yang dihasilkan sedikit atau tidak ada susu sama sekali. Hewan merasa sakit di bagian abdomennya dan terlihat adanya gejala kembung. Adanya perdarahan pada usus menyebabkan kotoran yang keluar sangat sedikit kadang berdarah. Pada anak sapi, Cl. perfringens tipe A, biasanya menyebabkan gejala kembung dengan kesakitan dan depresi.

Nafsu makan juga tidak ada dan kematian dapat cepat terjadi karena ulcer dalam abomasum, peradangan dan penimbunan gas. Cl. perfringens tipe C menyebabkan necrotic enteritis pada sapi baru lahir. Dalam kasus enterotoksemia, kondisi hewan yang mengalami perubahan/kelainan adalah pada saluran usus dan organ-organ parenkhim. Hasil pemeriksaan patologis menunjukkan perubahan menyolok seperti pada u s u s k e c i l d i t e m u k a n e n t e r i t i s hemoragika yang parah.

Pada abomasum, omasum, reticulum, usus besar, rektum, dan sekum juga terlihat mukosa hiperemis. Mukosa saluran pernapasan yang sianosis, paru-paru mengalami oedema, berisi cairan serofibrinous. Jantung membesar, terkadang ditemukan perdarahan titik pada epi dan endocardial. Daerah ventral perut umumnya hiperemis. Dari pemeriksaan histopatologis, terlihat adanya pemb e n d u n g a n p a d a p a r u - p a r u .

A d a infiltrasi limfosit pada usus halus dan pada mukosa usus dapat ditemukan bakteri berbentuk batang dan bersifat Gram positif. Terlihat juga adanya pembengkakan lapisan rumen dan a b o m a s u m d i s e r t a i u l s e r a s i d a n hemoragis. Pada usus besar, terlihat nekrosis fokal dari lapisan otot halus dengan adanya infiltrasi netrophil, makrofag, dan limfosit. Selain itu, ada degenerasi sel otot dengan vakuolisasi dan nekrosis dan adanya bakteri berbentuk batang dan Gram positif.

Pada hati, terlihat adanya nekrosis degeneratif dan vakuolisasi dari hepatocytes. Limpa memperlihatkan hemosiderosis berat. Limfoglandula menunjukkan adanya hipertrofi dan peningkatan jumlah sel reticuloendothelial. Ginjal menunjukkan adanya degenerasi parenkhim dari tubuli renali.

6. Diagnosis

Diagnosis dilakukan berdasarkan pada hasil pengamatan gejala klinis, perubahan patologis dan konfirmasi hasil isolasi dan identifikasi bakteri penyebab dan toksin yang dapat ditemukan pada isi usus dan cairan tubuh hewan yang mati. Diagnosis penyakit umumnya didasarkan adanya penemuan toksin penyebab penyakit serta isolasi agen penyakit.

7. Pencegahan Penyakit

Vaksinasi untuk pencegahan terhadap enterotoksemia termasuk dalam program kesehatan preventif sapi perah. Vaksinasi pertama harus diulang dengan selang waktu 4 minggu. Sapi perah dalam masa kering kandang adalah saat yang tepat untuk melakukan vaksinasi. Pemberian kolostrum pada anak sapi yang baru dilahirkan juga sangat berguna untuk pencegahan enterotoksemia pada anak sapi. Vaksinasi pada sapi dara berumur 4 sampai 6 bulan dengan vaksin clostridium yang multivalen dan di-booster 1 bulan kemudian merupakan awal pencegahan penyakit.

Vaksinasi ulangan sebaiknya diberikan s e t i a p t a h u n s e s u d a h n y a . U n t u k pencegahan penyakit secara keseluruhan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
  1. Perlakukan pemberian pakan dengan komposisi bahan pakan yang konsisten dan lakukan adaptasi sebelum dilakukan perubahan pakan.
  2. Lakukan vaksinasi secara teratur
  3. Untuk pemberian silase, perhatikan ukuran panjang rumput, lama penyimpanan, dan fermentasi.
  4. Hindari terjadinya acidosis rumen.
  5. Berikan kolostrum dan sediakan air minum yang cukup (terutama pada anak sapi).
  6. Kendalikan sumber infeksi saluran pencernaan lainnya.

CAKRAWALA

Tips Cermat Mengenali Ayam Suntik, Ayam Tiren, dan Ayam Berformalin

Ayam Suntik

Ayam suntik merupakan ayam yang ditambahi air dengan cara disuntikkan pada bagian dada, punggung, atau paha. Cara ini dilakukan agar ayam yang kecil bisa terlihat besar. Berikut ini ciri-ciri ayam suntik yang harus diwaspadai.
  1. Ayam suntik biasanya memiliki kulit yang mengkilap dan teksturnya tidak kesat.
  2. Ketika dimasak, daging ayam akan mengeluarkan cukup banyak air dan ukurannya akan menyusut.
  3. Ketika ditekan, daging ayam akan kencang dan tidak lembek.

Ayam Tiren

Ayam tiren merupakan ayam yang sudah mati sebelum dipotong atau dijual. Apabila dikonsumsi, ayam ini akan menimbulkan penyakit yang berbahaya. Berikut ini ciri-ciri ayam tiren yang harus anda cermati.
  1. Ayam tiren biasanya memiliki aroma yang lebih amis dibandingkan dengan ayam lainnya.
  2. Bekas potongan pada bagan leher ayam akan terlihat sedikit dan tidak lebar.
  3. Ayam tiren memiliki daging yang berwarna pucat, tidak segar, atau kebiruan.

Ayam Berformalin

Pemakaian formalin pada bahan makanan tertentu saat ini sudah menggemparkan dan meresahkan banyak warga. Formalin merupakan bahan pengawet yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan tidak dianjurkan untuk dipakai pada bahan makanan. Namun, demi meraup keuntungan yang lebih banyak, biasanya banyak pedagang yang memanfaatkan bahan kimia yang satu ini agar dagangannya lebih tahan lama dan tidak mudah busuk.

Salah satu bahan makanan yang sering diawetkan dengan menggunakan formalin yaitu ayam. Berikut ini ciri-ciri ayam berformalin.
  1. Ayam berformalin memiliki daging dengan tesktur yang kenyal dan warnanya putih mengkilat.
  2. Ayam berformalin biasanya memiliki aroma yang khas menyerupai bau obat.
  3. Selain itu, lalat enggan hinggap pada ayam berformalin sehingga dagingnya tidak dikerubuti oleh lalat.

Demikian tips cermat mengenali ayam tiren, ayam suntik, dan ayam berformalin. Demi kesehatan, Anda harus lebih selektif ketika membeli dan memilih bahan makanan tertentu.
Sumber: https://selerasa.com/tips-cermatmengenali-ayam-suntik-ayam-tiren-dan ayam- berformalin | Selerasa.com

PRAKTIK
Judul : Nekropsi Unggas
Tujuan : Peserta diklat dapat melakukan nekropsi pada unggas dengan benar.
Alat dan bahan:
  1. Disecting set
  2. Alkohol
  3. Kapas/tisu
  4. Nampan
  5. Pisau
  6. Ayam dewasa

Keselamatan kerja:
  1. Gunakan baju lapangan
  2. Masker
  3. Sarung tangan
  4. Hati-hati dalam bekerja
Langkah kerja:
  1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
  2. Lakukan pembedahan pada ayam dewasa sesuai prosedur.
  3. Amati organ dalam dengan teliti.
  4. Lakukan diagnosis penyakit apa yang diderita ayam tersebut.
  5. Gambarlah ayam yang sudah di nekropsi tadi.
  6. Buatlah laporan dengan teliti.

RANGKUMAN

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur semua organisme makhluk hidup. Fisiologi adalah salah satu dari cabangcabang biologi yang mempelajari seluk-beluk proses serta kegiatan yang dilakukan oleh makhluk hidup (berlangsungnya sistem kehidupan).

Nekropsi (pembedahan post mortem) unggas adalah sebuah prosedur yang dapat digunakan oleh para dokter hewan, pemilik unggas, atau pun peternak untuk mengetahui sebab kematian dari unggas mereka.

Nekropsi merupakan pemeriksaan kondisi jaringan tubuh (ternak), baik di permukaaan tubuh maupun di dalam tubuh yang dilakukan dengan cara membedah atau membuka rongga tubuh. Pemeriksaan cara nekropsi (pembedahan) ini sangat penting dilakukan pada ternak unggas, karena perubahan atau kelainan t e r s e b u t t e r k a d a n g b e r s i f a t s p e s i f i k (“Patognomonik”) untuk penyakit tertentu pada unggas (misalnya pada penyakit “Coccidiosis”) dengan perdarahan pada usus buntu. Pada unggas yang sudah mati lebih dari 4 jam kurang akurat diperiksa, karena apabila kematian sudah terlalu lama maka akan terjadi autolisis (pembusukan oleh kuman).

Pemeriksaan post mortem dilakukan bila ditemukan adanya penurunan produksi, terdapat tanda-tanda yang jelas akan sakit atau diketahui adanya peningkatan jumlah kematian, dan atas permintaan klien. 

Pada umumnya ada 2 macam cara bedah bangkai yaitu (1) seksi lengkap, dimana setiap organ/jaringan dibuka dan diperiksa, (2) seksi tidak lengkap, bila kematian/sakitnya hewan diperkirakan menderita penyakit yang sangat menular/zoonosis (anthrax, AI, TBC, hepatitis, dsb.). Bedah bangkai harus dilakukan sebelum bangkai mengalami autolisis, jadi sekurangkurang 6—8 jam setelah kematian.

Demikian ulasan lengkap tentang menganalisis hasil bedah bangkai pada ternak sakit, cara menentukan penyakit yang dialami ternak. Semoga bisa membantu.