Menerapkan Pengadaan Bibit Aneka Ternak

Pengadaan bibit aneka ternak - Setelah selesai pembelajaran peserta didik diharapkan mampu melakukan pengadaan bibit aneka ternak dengan melakukan seleksi bibit yang baik dan benar sesuai prosedur pengadaan dan pemilihan bibit.
Menerapkan pengadaan bibit aneka ternak
Gambar 2.1 Bibit ayam petelur
Sumber : https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/30-memilih-bibit-ayam-unggul.html

Pengadaan bibit merupakan kegiatan yang berkaitan erat dengan kelancaran kegiatan teknis pemeliharaan aneka ternak. Kedatangan bibit menunjukkan bahwa setiap tahapan kegiatan pemeliharaan ternak telah siap dilakukan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengadaan kedatangan bibit menitik beratkan pada kematangan perencanaan kedatangan bibit aneka ternak.

Ketepatan waktu dalam perencanaan merupakan hal yang vital untuk diperhitungkan karena sangat berpengaruh terhadap kegiatan sesudah dan sebelumnya. Jadwal kedatangan bibit terkait langsung dengan kesiapan kandang dan peralatan, tenaga kerja, ketersediaan pakan, vitamin dan obat-obatan.

A. Pengertian Bibit Ternak

Dengan mengadopsi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan maka bibit ternak dapat didefinisikan sebagai ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Hanya dalam Undang- Undang tersebut bibit ternak disebutkan sebagai bibit hewan.

Menurut Muladno (2010), bibit ternak adalah ternak jantan atau ternak betina yang mampu berreproduksi dan berkembang biak, serta memiliki sifat unggul dan lebih unggul daripada rata-rata populasinya yang diakibatkan karena proses pemuliaan melalui seleksi dan/atau kawin silang. Dengan demikian ternak jantan atau ternak betina yang hanya bisa berreproduksi dan berkembang biak saja disebut sebagai pembiak dan bukan bibit ternak.

Pada ternak unggas, yang dimaksud bibit ternak adalah parent stock (PS) dan grand parent stock (GPS), bukan DOC/DOD, karena DOC/DOD adalah final stock. Sedangkan pada ternak ruminansia dan ternak monogastrik, semua ternak betina yang bisa beranak dan semua ternak jantan yang sanggup mengawini ternak betina dan membuatnya beranak belum tentu bisa dikatakan sebagai bibit ternak.

B. Pemilihan Jenis

Bibit ternak merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan. Adapun faktor lainnya adalah pakan, kandang, penyakit ternak, limbah dan panen.

Hal tersebut berlaku pada semua golongan ternak, yaitu :
  1. Ternak unggas, yaitu: ayam ras pedaging, ayam ras petelur, ayam kampung pedaging, ayam kampung petelur, itik pedaging, itik petelur, dan puyuh.
  2. Ternak ruminansia, yaitu: sapi pedaging, sapi perah, kerbau, domba, kambing pedaging dan kambing perah.
  3. Ternak monogastrik, yaitu : kuda, babi dan kelinci.
Bibit unggas yang dipelihara bebas dari penyakit unggas seperti Avian Influenza, Newcastle Disease (ND), Fowl Kolera, Fowl Pox, Infectious Bursal Disease, Salmonellosis (S.Pullorum; S. anteritidis, Infectious coryza). Bibit anak ayam ras niaga tipe pedaging harus berasal dari pembibitan ayam ras bibit induk tipe pedaging sesuai standar yang telah ditetapkan dalam SNI 01.4868.1-1998.

Bibit ayam pedaging yang dipelihara harus bebas dari penyakit unggas misalnya penyakit misalnya Avian Influenza, Newcastle Disease (ND) ,InfectiousLaryngotracheitis, Fowl Cholera, Fowl Pox, Fowl Typhoid, Infectious BursalDisease, Marek Disease, Avian Mycoplasmosis (M.Gallisepticum), AvianChlamydiosis, Avian Encephalomyelitis, Swollen head syndrome, Infectiouscoryza.

Dalam pemilihan bibit ternak ruminansia perlu diperhatikan, hal-hal sebagai berikut :
  1. Bibit yang dipelihara harus berasal dari daerah/negara peternakan yang bebas dari penyakit hewan menular tertentu,
  2. Ternak yang baru tidak boleh disatukan dengan yang sudah lama dan dipelihara dalam kandang isolasi lebih dahulu sampai diyakini tidak tertular penyakit,
  3. Usaha peternakan ternak ruminansia mengadakan kegiatan pembibitan wajib mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instansi yang berwenang.

C. Cara Memperoleh Bibit

Cara memperoleh bibit ternak merupakan kompetensi dasar bagi seseorang yang bergerak dalam usaha bidang peternakan. Untuk memperoleh bibit diperlukan beberapa kompetensi seperti pembelian ternak, seleksi (pemilihan) bibit ternak, pengangkutan ternak dan penanganan penerimaan bibit ternak yang baru tiba. Agar berhasil dalam kegiatan pengadaan bibit (bakalan) ternak ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya:

1. Survei pasar.
Survei pasar tempat untuk pengadaan bibit (bakalan) ternak perlu dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bibit (bakalan) ternak yang memiliki sifatsifat yang unggul. Dengan melakukan kegiatan survei pasar atau tempat untuk mendapatkan bibit (bakalan) ternak tersebut, akan diperoleh beberapa keuntugan diantaranya :
  • Dapat mengetahui jenis-jenis dan tipe ternak yang disukai dan biasa dipasarkan;
  • Dapat mengetahui kisaran harga ternak dari masing-masing jenis dan tipe, ukuran berat badan dan umur ternak;
  • Dapat mengetahui penjual dan pembeli dari ternak maupun hasil ternak;
  • Dengan mengetahui lokasi pasar, kita dapat merencanakan bagaimana pengangkutan ternak yang akan dilakukan;
  • Dapat mengetahui tempat membuat surat administrasi yang dibutuhkan seperti surat keterangan kesehatan ternak, surat jalan kendaraan dan surat administrasi lainnya yang dibutuhkan.
2. Penempatan Sumber Daya Manusia (SDM)
Penempatan seseorang (SDM) di pasar perlu dilakukan, tentunya seseorang yang sanggup menjalankan tugas serta menguasai bidang pembelian dan pemasaran. Dalam hal ini memang harus betul-betul memilih dan mempercayakan kepada seseorang yang memang bisa dipercaya dari segala hal terutama dari segi kejujuran. Untuk memperlancar kegiatan, ada juga sebagian peternak telah menunjuk atau dimintai tolong dengan memberikan imbalan yang telah disepakati, misalnya imbalan per hari ataupun per ekor ternak yang dibeli. Hal ini tergantung pada kesepakatan bersama. Jika kegiatan seperti ini sudah berjalan lancar dan sesuai dengan harapan kedua belah pihak maka proses pengadaan ternak tersebut bisa melalui telepon dan bisa langsung dikirim sesuai permintaan.

3. Seleksi ternak
Kegiatan pengadaan bibit (bakalan) tidak lepas dari kegiatan pemilihan atau seleksi bibit ternak. Pengadaan bibit ternak merupakan langkah awal dalam usaha bidang peternakan. Keberhasilan usaha ternak dapat dipengaruhi oleh bebarapa faktor antara lain : faktor genetik dan faktor lingkungan. Agar pada saat pengadaan atau pembelian bibit ternak mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan maka kita harus mengerti dan memahami kelebihan dan kekurangan masing-maing jenis dan tipe ternak.

4. Transaksi Pembayaran
Ternak yang sudah kita seleksi atau kita pilih, kemudian kita keluarkan dari kelompoknya. Sambil kita lihat apakah ada kelainan atau tidak maka kita teruskan kesepakatan harganya dengan penjual 5. Penimbangan/penghitugan ternak Kegiatan penimbangan ternak setelah dipilih atau diseleksi. Pada saat penimbangan ternak dilakukan secara pelan-pelan dan hati-hati dengan harapan agar ternak tenang dan tidak stres.

6. Pengangkutan
Pengangkutan ternak adalah kegiatan mengangkut atau memindahkan ternak dari suatu tempat ke tempat lain dengan bantuan sarana alat angkut. Kegiatan mengangkut atau memindahkan ternak sesungguhnya merupakan hal yang biasa terjadi pada perusahaan peternaakan.
7. Penyediaan alat transportasi.
8. Persyaratan alat transportasi

D. Seleksi Bibit

Penilaian ternak diantaranya harus mengenal bagian-bagian tubuh ternak, contohnya pada ternak sapi. Untuk mendapatkan sapi yang baik harus memperhatikan konformasi tubuh yang ideal, ternak yang dinilai harus sehat dan baik sesuai dengan jenis bangsanya, bagus ukuran tubuhnya, seluruh bagian tubuh harus berpadu dengan rata, harus feminin dan tidak kasar. Kita dapat menentukan perbandingan antara kondisi sapi yang ideal dengan kondisi sapi yang akan kita nilai. Bagian-bagian tubuh sapi yang mendekati kondisi ideal dapat menunjang produksi yang akan dihasilkannya.

Seleksi dari segi genetik diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan berproduksi. Ternak-ternak pada generasi tertentu bisa menjadi tetua pada generasi selanjutnya jika terdapat dua kekuatan. Kedua kekuatan itu adalah seleksi alam dan seleksi buatan (Noor, 2004).

Nilai pemuliaan masing-masing ternak yang diketahui dengan pasti, maka penentuan peringkat keunggulan ternak dalam populasi dapat diketahui dengan mudah. Nilai pemuliaan ternak tetua sangat menentukan nilai pemuliaan dan performa anaknya. Nilai pemuliaan dapat menjadi dasar dalam melakukan seleksi dengan memilih ternak yang nilai pemuliaannya paling tinggi untuk dijadikan tetua (Bourdon, 1997).

Seleksi dalam pemuliaan ternak adalah memilih ternak yang baik untuk digunakan sebagai bibit yang menghasilkan generasi yang akan datang. Untuk bidang peternakan, yang diseleksi adalah sifat-sifat terukur seperti kecepatan pertumbuhan, bobot lahir, produksi susu dan bobot sapih. Sifat-sifat ini memberikan manfaat secara ekonomi disamping harus mempunyai kemampuan mewarisi yang tinggi yang dapat ditentukan dari nilai heritabilitasnya (Falconer, 1972).

Dasar pemilihan dan penyingkiran yang digunakan dalam seleksi adalah mutu genetik seekor ternak. Mutu genetik ternak tidak tampak dari luar, yang tampak dan dapat diukur dari luar adalah performanya. Performa ini sangat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu, harus dilakukan suatu pendugaan atau penaksiran terlebih dahulu terhadap mutu genetiknya atas dasar performansnya. Metode seleksi dibagi menjadi tiga metode yang sederhana, yaitu:
  1. Seleksi individu (individual selection) adalah seleksi per ternak sesuai dengan nilai fenotipe yang dimilikinya. Metode ini adalah yang paling sederhana daripada umumnya dan menghasilkan respon seleksi yang cepat.
  2. Seleksi keluarga (family selection) adalah seleksi keluarga per keluarga sebagai kesatuan unit sesuai dengan fenotip yang dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan. Individu tidak berperan dalam metode seleksi ini.
  3. Seleksi dalam keluarga (within-family selection) adalah seleksi tiap individu di dalam keluarga berdasarkan nilai rata-rata fenotip dari keluarga asal individu bersangkutan (Hardjosubroto, 1994).

1. Seleksi Bibit

Seleksi bibit adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembang biakan lebih lanjut yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak. Keberhasilan di dalam usaha ternak sangat tergantung kepada pemeliharaan induk dan pejantan yang memiliki sifat-sifat baik/unggul. Oleh karena itu para peternak yang maju, tentu saja akan selalu mengadakan seleksi terhadap ternaknya. Seleksi berarti memilih hewan ternak yang bernilai tinggi, yakni memilih ternak-ternak yang menguntungkan. Dengan seleksi itu diharapkan ada perbaikan karakter ekonomi tertentu, terutama mengenai:
  • Pertumbuhan : Cepat
  • Daya Tahan : Kuat
  • Produksi : Cukup Baik

Dalam suatu usaha untuk memajukan dan mengembangkan aneka ternak, para peternak bukanlah sekadar memperbanyak atau mengembangbiakkan ternaknya, tetapi sekaligus memuliakan ternak (meng-upgrade). Pada semua ternak yang hendak dikawinkan harus dilakukan seleksi terlebih dahulu. Dengan demikian perkawinan bukan terjadi secara kebetulan atau liar melainkan diatur dan terarah.

Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan pada waktu penyeleksian bibit diantaranya:
  • Badan sehat tidak penyakitan dan bentuk tubuh yang baik yaitu padat, kompak dan tidak cacat
  • Nafsu makan tinggi
  • Bulu halus dan bersih
  • Kaki kelihatan tegap dan kokoh
  • Lincah dan aktif bergerak
  • Mata bersih dan bersinar
  • Sebaiknya berasal dari induk yang sering menghasilkan anak banyak dan berkualitas.

2. Pelaksanaan Seleksi

Untuk memilih ternak yang akan dijadikan bibit bisa dilakukan dengan berbagai cara, yakni atas dasar :

a. Pemilihan Individu

Pemilihan individu ini terutama berpangkal pada:

1) Kesehatan

Ternak yang akan dijadikan bibit harus betul-betul kuat dan sehat. Tanda-tanda ternak yang sehat:
  1. Nafsu makan baik, normal;
  2. Pertumbuhan baik, cepat menjadi besar;
  3. Lincah, gesit;
  4. Kotoran tidak terlalu keras atau encer;
  5. Air kencing keluar terputus-putus (pejantan);
  6. Ekor melingkar.
2) Kesuburan dan sifat keibuan

a) Induk ternak yang subur ialah induk yang mampu memproduksi atau mengovulasikan sel telur dalam jumlah besar dan sejumlah besar di antaranya bisa ditunasi sehingga pada saat induk itu melahirkan jumlah anaknya pun cukup banyak. Induk yang subur ini pada umumnya memiliki intensitas beranak yang cukup baik dalam waktu tertentu.

b) Sifat keibuan adalah induk-induk yang pandai merawat anak-anaknya dan produksi air susu pun banyak sehingga mereka selalu siap menyusui anaknya dengan rajin. Hal ini sama sekali berbeda dengan induk-induk yang memiliki sifat buas, mereka pasti akan selalu memusuhi anak-anaknya dan bahkan kurang mengerti terhadap anak-anaknya yang tertindih.

Jadi induk-induk yang baik bukan saja mereka yang biasa menghasilkan anak banyak melainkan juga induk-induk yang mampu memproduksi air susu yang cukup tinggi dan bisa merawat anak-anaknya dengan baik. Sebab induk yang produksi susunya sedikit anak-anaknya pasti banyak yang mati kelaparan. Demikian pula bagi induk yang tidak memiliki sifat keibuan maka anak-anak asuhannya pun pasti akan banyak yang mati akibat tertindih atau terlantar.

Demikian kedua faktor ini betul-betul sangat penting di dalam seleksi. Walaupun jumlah anak yang dilahirkan itu bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur induk, kondisi induk waktu kawin serta pejantan yang dipakai, namun setiap individu secara alamiah memiliki tingkat kesuburan dan sifat keibuan yang berbeda-beda.

b. Pemilihan Atas Hasil Produksi

Seleksi yang didasarkan atas hasil produksi ini sangat erat hubungannya dengan kesuburan dan sifat keibuan induk sebab pemilihan bibit ini ditujukan terhadap hasil produksi keturunan. Adapun hasil keturunan yang dimaksud antara lain ialah:
  1. Jumlah dan berat anak pada setiap kelahiran hendaknya merata, tidak ada yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.
  2. Angka kematian sampai pada penyapihan rendah.
  3. Pertumbuhan berat badan cukup bagus. Misalnya untuk ternak babi:
    • Umur 3 minggu mencapai berat 6 kg;
    • Umur 6 minggu: 13 kg;
    • Umur 8-10 bulan mencapai 100 kg (dipotong).
  4. Persentase kerkas tinggi : 70-75%.
  5. Temperamen induk-induk yang temperamennya jelek harus diafkir, misalnya buas, nervous.
  6. Bentuk luar yang baik.

E. Penanganan Bibit

Cara merawat ternak yang masih kecil memang tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan merawat anakan ternak yang masih berukuran kecil memerlukan perhatian secara khusus berbeda dengan induknya. Apalagi jika ternak yang baru lahir atau masih kecil. Memelihara anakan ternak saat masih memiliki induknya tergolong lebih mudah dibandingkan anakan ternak tanpa induk. Apalagi anakan ternak tersebut masih membutuhkan susu yang harusnya didapat dari induknya sendiri sehingga membutuhkan perhatian yang benar-benar khusus untuk memenuhi asupan makanannya dan kesehatannya.

Bagi yang senang memelihara ternak tentu bukan hal yang sulit dilakukan. Pastinya Anda akan melakukan cara merawat ternak yang masih kecil dengan senang hati tanpa merasa dibebani sedikit pun. Seperti kita ketahui anakan ternak bukanlah hewan yang menjijikkan.

Kunci keberhasilan dari cara perawatan bibit ternak terletak pada tindakan kita terutama untuk anakan ternak yang baru lahir atau menetas. Pedet merupakan anak sapi yang baru lahir sampai umur 8 bulan. Ternak yang baru lahir atau menetas membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan serta ketekunan dibandingkan dengan pemeliharaan ternak dewasa. Pemeliharaan ternak yang baru lahir atau menetas sampai disapih adalah tahap penting dalam kelangsungan sebuah usaha peternakan. Kesalahan dalam penanganan serta pemeliharaan ternak muda bisa menyebabkan kematian, lemah, infeksi serta susah dibesarkan.

Setelah 1 pekan, amati kekuatan anakan, apabila tampak sehat dan kuat artinya anakan siap untuk dipisahkan dari induknya. Pelihara dalam kandang berukuran kecil yang terletak tidak jauh dari indukan. Bantu anakan untuk sesekali tetap mendapatkan suplai susu sembari dibantu untuk mengonsumsi makanan tambahan seperti bekatul dan konsentrat maupun pakan lainnya.

LEMBAR PRAKTIKUM
Judul praktik : Mengidentifikasi aspek pengadaan bibit untuk usaha baru peternakan

Tujuan :
Siswa mampu mengidentifikasi aspek – aspek tentang pengadaan bibit usaha peternakan baru

Alat dan Bahan :
a. Bolpoint
b. Kertas
c. Komputer
d. Buku-buku referensi

Langkah Kerja :
a. Siswa membuat kelompok sesuai arahan guru.
b. Siswa mencari buku referensi ke perpustakaan.
c. Siswa kembali ke kelas untuk mencari referensi lain melalui jelajah internet dengan menggunakan computer.
d. Siswa mendiskusikan bersama kelompoknya materi hasil referensi buku dan jelajah internet.
e. Siswa membuat laporan secara pribadi masing-masing dari hasil kerja kelompok.


CAKRAWALA
Produktivitas

Menerapkan pengadaan bibit aneka ternak
Gambar 2.2 Peternakan Tradisional
Sumber: DOK. SMK Negeri 1 Gayo Lues

Benih dan bibit ternak memiliki peran penting dan strategis dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas. Salah satu langkah pemerintah agar bibit yang diproduksi dan diedarkan tetap terjamin mutunya adalah dengan memperbanyak Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai modal bersaing di pasar global. “Standarddisasi ini tidak hanya melindungi konsumen tetapi juga bisa meningkatkan daya saing sebagai potensi ekspor keluar negeri,” . SNI adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.

SNI dirumuskan oleh Komite Teknis dan ditetapkan oleh BSN. Saat ini ada 43 SNI benih dan bibit ternak yang diterbitkan. Terdiri dari 10 SNI untuk sapi potong, 1 SNI sapi perah, 5 SNI kerbau, 3 SNI kambing, 2 SNI domba, 4 SNI babi, 4 SNI semen beku dan cair, 4 SNI ayam ras, 8 SNI itik, 1 SNI embrio, dan 1 SNI ayam lokal. “termasuk yang terbit tahun 2020 ini, yaitu SNI bibit sapi Simental Indonesia, Limousin Indonesia dan Jabres.

Adapun SNI benih ruang lingkup semen beku, pelaksanaannya dilakukan di BBIB Singosasi, BIB Lembang, serta UPT IB Daerah yang menghasilkan semen beku seperti Baturiti (Bali), Jawa Tengah, Sumatera Barat, Riau, DIY, Sulsel, Bengkulu, dll. Sedangkan untuk SNI benih dengan ruang lingkup embrio penerapannya ada di BET Cipelang.

Penerapan SNI Bibit seperti sapi potong ada di beberapa UPT yaitu BPTU HPT Indrapuri (sapi aceh), BPTU HPT Sembawa (sapi Brahman dan PO), BPTU HPT Pelaihari (sapi Madura, kambing PE dan itik), BBPTU HPT Baturraden (sapi perah dan kambing perah), BPTU HPT Padang Mengatas (sapi Pesisir), dan BPTU HPT Siborongborong (Babi). Selain itu ada juga kelompok ternak Perpokeb di Kebumen Jawa Tengah, UPTD Tuban Jawa Timur (Sapi PO), dan PT Putra Perkasa Genetika (ayam KUB). Sumber:https://mediaindonesia.com/read/detail/319907-sertifikasi-benihdan- bibit-ternakmodal-bersaing-di-pasar-global

Demikian cara menerapkan pengadaan bibit aneka ternak yang bisa kami paparkan pada sobat jurusan agribisnis aneka ternak. Semoga tulisan ini bermanfaat.